Manajemen Resiko

Resiko adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi sasaran perusahaan. Salah satu atribut resiko adalah ketidakpastian, baik dari sesuatu yang sudah diketahui maupun dari sesuatu yang belum diketahui. Dalam penyusunan strategi yang baik, haruslah juga memperhatikan resiko-resiko yang mungkin terjadi dalam konteks eksternal maupun konteks internal perusahaan, dan melakukan antisipasi perlakuan resiko bila memang resiko tersebut menjadi kenyataan.

Manajemen resiko perusahaan adalah sebuah upaya yang dilaksanakan oleh Dewan Komisaris, Direksi, jajaran manajemen, dan karyawan perusahaan untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengelola, serta menangani resiko-resiko yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran perusahaan. Proses pengelolaan dan penanganan resiko ini dilaksanakan dalam batasan selera resiko (risk appetide) yang dapat ditanggung perusahaan. Dengan melakukan ini maka dapat diperoleh jaminan atas keyakinan yang wajar atas pencapaian keseluruhan sasaran perusahaan.

Penerapan manajemen resiko adalah bagian dari penerapan Good Corporate Governance (GCG).

Berdasarkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara, Direksi wajib menyusun manajemen resiko manual dan membangun serta melaksanakan program manajemen resiko perusahaan secara terpadu yang merupakan bagian dari pelaksanaan program GCG, serta menyampaikan laporan profil manajemen resiko dan penanganannya bersamaan dengan laporan berkala perusahaan. Oleh karena itu, penerapan manajemen resiko juga perlu dikawal oleh prinsip-prinsip tertentu sehingga kongruen dengan penerapan GCG dan bisa berjalan secara efektif.

Tujuan penerapan Manajemen resiko Perusahaan diyakini mampu untuk:

  1. Memastikan resiko-resiko yang ada di Perusahaan telah diidentifikasi dan dinilai, serta telah dibuatkan rencana tindakan untuk meminimalisasi dampak dan kemungkinan terjadinya.
  2. Memastikan bahwa rencana tindakan telah dilaksanakan secara efektif dan dapat meminimalisasi dampak dan kemungkinan terjadinya resiko.
  3. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen, karena semua resiko yang dapat menghambat proses perusahaan telah diidentifikasikan dengan baik, termasuk cara untuk mengatasi gangguan kelancaran proses perusahaan telah diantisipasi sebelumnya, sehingga bila gangguan tersebut memang terjadi, maka perusahaan telah siap untuk menanganinya dengan baik.
  4. Membantu Manajemen Perusahaan dalam pengambilan keputusan dengan menyediakan informasi mengenai resiko-resiko yang ada di Perusahaan, baik resiko strategis maupun kegiatan fungsi-fungsi/proses bisnis di Unit Kerja.
  5. Lebih memberikan jaminan yang wajar atas pencapaian sasaran perusahaan karena terselenggaranya manajemen yang lebih efektif dan efisien, hubungan dengan pemangku kepentingan yang semakin membaik, kemampuan menangani resiko perusahaan yang juga meningkat, termasuk resiko kepatuhan dan hukum.

Konteks  Manajemen Resiko Perusahaan

1. Visi

Terimplementasinya budaya sadar resiko dan pelaksanaan pengelolaan resiko di perusahaan secara menyeluruh, terstruktur dan terintegrasi dalam rangka mencapai tujuan utama perusahaan.

2. Misi

Merubah cara penanganan resiko yang semula secara parsial (silo) menjadi terintegrasi seluruh organisasi dengan membangun suatu pemahaman yang sama tentang prinsip-prinsip penanganan resiko, suatu landasan kerangka kerja yang akan menjadi dasar bagi penanganan setiap resiko, urutan proses penanganan resiko, pemahaman tentang teknik dan metoda penanganan resiko, proses pelaporan serta monitoring & review untuk keseluruhan proses penanganan resiko di seluruh organisasi.

3. Sasaran

Pencapaian tingkat penerapan manajemen resiko dengan mengacu pada target kinerja yang telah ditetapkan dalam Kriteria Penilaian Kinerja Unggul (KPKU).

4. Strategi

Strategi yang ditempuh perusahaan agar implementasi manajemen resiko dapat berjalan dengan baik:

  • Membangun komitmen dari Direksi dan Pimpinan Unit Kerja untuk memberikan dukungan penuh terhadap penerapan Manajemen resiko Perusahaan;
  • Menyusun dan menetapkan struktur tata kelola resiko (risk governance structure) yang sesuai di perusahaan dipimpinnya, serta menetapkan struktur akuntabilitas hingga level yang terendah;
  • Penunjukan Champion yang bertanggung jawab untuk mendorong pelaksanaan penerapan manajemen resiko secara meluas ke seluruh organisasi. Champion ini dapat berupa penunjukan fungsi Manajemen resiko tersendiri dan juga para individu pada setiap Unit Kerja dengan penugasan khusus untuk menjadi fasilitator penerapan manajemen resiko pada unit kerjanya;
  • Penetapan secara jelas bahwa akuntabilitas pengelolaan resiko tetap berada pada para pemangku resiko (risk owner) dan bukan ke para Champion. Untuk itu maka Pimpinan Unit Kerja adalah pemangku resiko pada unit kerja tersebut dan juga menjadi Penanggung Jawab dalam melakukan pengelolaan resiko pada unit kerjanya. Demikian secara berjenjang hingga sampai pada penanggungjawab proses. Tugas para Champion lebih sebagai fasilitator untuk penerapan manajemen resiko;
  • Penyusunan infrastruktur organisasi sebagai unit untuk mendorong penerapan manajemen resiko ke seluruh organisasi, termasuk di dalamnya akuntabilitas penerapan tersebut pada setiap tingkatan dalam organisasi;
  • Menyediakan sumber daya yang diperlukan dan memadai dalam arti tenaga ahli, pelatihan, dana, sarana fisik, peralatan, dan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan manajemen resiko dengan baik;
  • Memastikan keselarasan program manajemen resiko dengan strategi perusahaan, sekaligus menentukan ukuran kinerja pencapaian sasaran manajemen resiko;
  • Menerapkan proses Manajemen resiko Perusahaan yang telah berhasil digunakan oleh perusahaan lain atau sejenis (best practice);
  • Menerapkan seluruh Kebijakan Manajemen resiko perusahaan secara konsisten dan berkelanjutan sehingga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses manajemen Perusahaan;
    Melakukan pengembangan kompetensi dan proses pembelajaran Manajemen resiko Perusahaan secara berkesinambungan;
  • Melakukan pengembangan struktur organisasi Perusahaan yang dapat mendukung penerapan Manajemen resiko Perusahaan;
  • Membangun budaya peduli resiko di seluruh proses manajemen Perusahaan melalui antara lain komunikasi kebijakan dan implementasi Manajemen resiko Perusahaan secara berkesinambungan.

5. Kebijakan

  • Menerapkan manajemen resiko perusahaan sebagai perwujudan penerapan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) secara konsisten dan berkelanjutan. Manajemen resiko perusahaan diterapkan untuk meminimalisasi segala kemungkinan kejadian yang dapat berakibat buruk terhadap pencapaian sasaran Perusahaan.
  • Penerapan manajemen resiko perusahaan mengacu pada kerangka kerja ISO 31000: 2009, dengan pertimbangan bahwa kerangka ini lebih praktis, bersifat generik dan sejalan dengan struktur organisasi serta bentuk badan hukum perusahaan yaitu perusahaan perseroan yang pengaturannya mengacu pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
  • Kerangka Kerja Manajemen resiko PTPN VIII adalah sebagaimana berikut:
    Skema tersebut menunjukkan gambaran mengenai kerangka kerja manajemen resiko sebagai induk dari proses manajemen resiko yang lebih bersifat teknis dan gambaran bagaimana tata kelola resiko yang terdiri dari aspek struktural, aspek operasional dan aspek perawatan, harus dilaksanakan.
  • Untuk mendukung agar pelaksanaan proses manajemen resiko perusahaan dapat berjalan dengan baik, maka perusahaan akan melakukan pengembangan lingkungan internal yang mendukung penerapan Manajemen resiko Perusahaan, meliputi antara lain komitmen dan dukungan Manajemen, penetapan prinsip, strategi umum, dan kebijakan penerapan manajemen resiko, pembentukan fungsi atau unit yang bertugas untuk mengkoordinir dan melakukan supervisi atas pengelolaan Manajemen resiko Perusahaan, pengembangan Manajemen resiko Perusahaan sebagai bagian dari keseluruhan proses manajemen Perusahaan, pengembangan budaya resiko, pengembangan kompetensi, serta pengembangan kebijakan-kebijakan lain yang mendukung.
  • Seluruh jajaran manajemen Perusahaan memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk menerapkan Manajemen resiko Perusahaan dalam mengelola seluruh aktivitas di unit kerja yang dipimpinnya.

6. Akuntabilitas Penerapan Manajemen Resiko Perusahaan
Secara umum pihak-pihak yang terlibat dalam penerapan Kebijakan Manajemen Resiko Perusahaan adalah sebagai berikut:

  • Direksi sebagai Komite Resiko dan Pimpinan Perusahaan adalah penanggungjawab utama penerapan manajemen resiko pada Perseroan.
  • Dewan Komisaris adalah Pengawas Tertinggi dalam pelaksanaan pengawasan (monitoring dan review), pelaksanaan penerapan manajemen resiko pada Perseroan.
  • Sekretaris Perusahaan selaku unit pengelola resiko dan bertugas mengkoordinir seluruh unit kerja dalam setiap tahapan implementasi manajemen resiko.
  • Satuan Pengawasan Internal bertugas untuk melaksanakan pengawasan atas setiap pelaksanaan rencana perlakuan resiko setiap unit kerja.
  • Pimpinan Unit Kerja bertanggung jawab atas pengelolaan resiko pada masing-masing unit kerjanya.
  • Seluruh karyawan berkewajiban mengimplementasikan seluruh tahapan manajemen resiko dengan mengacu kepada pedoman ini.

Profil Resiko
Dalam kaitannya dengan implementasi Enterprise Risk Management, PTPN VIII (Persero) mengkategorikan resiko menjadi:
1. Resiko Strategis Perusahaan

Resiko Strategis adalah resiko yang besarnya melebihi kemampuan perusahaan (risk appetite) untuk menanggung resiko tersebut sehingga sangat mengganggu proses bisnis dan tujuan strategis perusahaan, pengelolaannya terhadap resiko ini harus dilaksanakan dengan segera dengan melibatkan Direksi didalam pengelolaannya.

  • Resiko Produksi
    Perusahaan akan tereksposur resiko produksi karena ketidaktercapaian realisasi produksi baik dalam segi jumlah maupun kualitas produksi dibandingkan dengan target yang ditetapkan.
    Perusahaan mengelola resiko produksi ini melalui pelaksanaan proses produksi mulai dari pembukaan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan pemetikan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ditetapkan serta mengoptimalkan penggalian produksi melalui inovasi tanaman dan teknologi dan peningkatan kualitas SDM, penerapan reward dan punishment, pelaksanaan program replanting sesuai kebutuhan dan kemampuan perusahaan, pembentukan mikroklimat dan makroklimat melalui penanaman pohon, pembuatan hutan koloni, dan konservasi tanah dan air.
  • Resiko Fluktuasi Harga
    Pasar komoditas sangat tergantung pada kondisi pasar dunia (supply and demand) dan dengan sistem penjualan lelang (auction), preferensi pembeli atas produk sangat menentukan (buyer’s market).
    Untuk mempertahankan posisi tawar yang baik, sehingga mampu mendapatkan harga yang kompetitif, perusahaan telah menetapkan kebijakan mutu sesuai dengan standar keberterimaan dan juga memenuhi persyaratan produk seperti ISO, RA dan ETP serta sertifikasi lainnya yang mendukung. Di samping itu perusahaan juga melakukan analisis pasar untuk mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan dan untuk memaksimalkan produk-produk dengan harga yang tertinggi, sehingga secara agregat harga jual tetap bertahan.
    Perusahaan juga melaksanakan mitigasi atas resiko ini melalui diversifikasi produk dengan pembentukan unit bisnis industri hilir teh.
  • Resiko Nilai Tukar Valuta Asing
    Sebagian penjualan dilakukan secara ekspor dan dalam mata uang asing (US Dollar), oleh karena itu pergerakan nilai tukar Rupiah akan mempengaruhi penerimaan riil perusahaan.
    resiko perubahan nilai tukar dimitigasi oleh perusahaan dengan menetapkan asumsi harga dalam RKAP sesuai arahan kementerian BUMN sebagai pemegang saham.
  • Resiko Likuiditas
    Ketika posisi arus kas perusahaan tidak cukup untuk menutup liabilitas yang jatuh tempo.
    Kebutuhan likuiditas perusahaan terutama timbul dari kebutuhan untuk membiayai investasi tanaman dan non tanaman. Untuk dapat mengelola resiko likuiditas, manajemen perlu untuk terus memantau dan menjaga tingkat kas dan setara kas yang dianggap cukup untuk membiayai operasional perusahaan dan untuk mengurangi dampak fluktuasi arus kas.
    Manajemen juga secara berkala perlu untuk mengevaluasi proyeksi dan aktual arus kas, termasuk profil pinjaman yang akan jatuh tempo dan terus melakukan penelaahan kondisi di pasar keuangan untuk mendapatkan kesempatan memperoleh sumber pendanaan yang optimal. Perusahaan memantau likuiditasnya dengan menganalisis profil aset dan liabilitas yang akan jatuh tempo.
  • Resiko Investasi
    Perusahaan akan terekspose resiko investasi karena realisasi pelaksanaan investasi baik waktu pelaksanaan, manfaat serta hasil yang diharapkan dari investasi yang dilakukan perusahaan tersebut tidak sesuai dengan target yang diharapkan pada saat awal pelaksanaan kelayakan investasi.
    Perusahaan melakukan mitigasi atas resiko investasi dengan melakukan kajian kelayakan investasi, sumber dana yang digunakan, perencanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan selama dan setelah masa investasi dilaksanakan.
  • Resiko Ketersediaan Bahan Pendukung Produksi (pupuk kimia)
    Dalam usaha agro industri, pupuk merupakan faktor yang signifikan dalam mendukung pencapaian produktivitas tanaman. Dengan keterbatasan supply pupuk kimia di pasaran, maka akan berdampak pada kesehatan tanaman, dan pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas tanaman itu sendiri. upaya manajemen adalah dengan menggunakan substitusi pupuk kimia dengan memanfaatkan pupuk organik, baik yang berasal dari tandan kosong sawit atau dengan pupuk kandang.
  • Resiko Hak Guna Usaha (HGU)
    Sebagai perusahaan perkebunan yang mengelola budidaya tanaman diatas lahan HGU, pemastian akan status akan lahan sesuai aturan yang berlaku menjadi resiko sendiri yang harus dikelola, proses pengurusan dan perpanjangan HGU yang memerlukan waktu dan biaya, persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka pengurusan tersebut, penjarahan/okupasi lahan yang menyebabkan status lahan yang tidak clean and clear, tuntutan dari para stakeholders akan kejelasan status lahan menjadikan resiko ini menjadi
  • Resiko yang strategis bagi perusahaan.
    Untuk mengantisipasi/memitigasi hal tersebut manajemen melakukan langkah dengan melakukan inventarisasi terhadap status HGU lahan – lahan di perusahaan, melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pihak pemerintah dalam hal ini BPN untuk percepatan proses perpanjangan HGU sesuai prosedur yang berlaku, melakukan sosialisasi dan pemahaman kepada stakeholders disekitar kebun dan areal perusahaan, melakukan langkah non litigasi dan litigasi atas lahan – lahan yang diokupasi, melakukan upaya pendekatan perusahaan melalui program CSR dan PKBL.
  • Resiko Ketenagakerjaan
    Sebagai perusahaan perkebunan yang bersifat padat karya, resiko yang berkaitan dengan ketenagakerjaan tentu tidak dapat dihindarkan, misalkan dalam rangka penetapan UMR dan aturan ketenagakerjaan lainnya. Di samping itu, dengan banyaknya tenaga kerja serta tersebarnya lokasi kerja akan berpengaruh pada rentang kendali pengawasan karyawan serta keinginan masyarakat untuk bekerja di perkebunan saat ini cenderung menurun. Kebijakan yang dilakukan adalah dengan peningkatan produktivitas karyawan melalui penerimaan karyawan yang selektif dan program pengembangan tenaga kerja melalui pendidikan serta pelatihan yang berkesinambungan, jenjang karir yang jelas, promosi, penghargaan minimal sesuai ketentuan, seperti UMR, tunjangan, fasilitas dan program perusahaan lainnya dalam rangka mengikat tenaga kerja dan membuat industri perkebunan menjadi perusahaan yang diminati oleh banyak pihak.

2. Resiko Non Strategis

Resiko Non Strategis adalah resiko yang besarnya berada pada titik maksimal atau lebih rendah dari kemampuan perusahaan (risk appetite) untuk menanggung terjadinya resiko tersebut, sehingga dapat mengganggu proses bisnis dan tujuan strategis perusahaan, pengelolaannya terhadap resiko ini harus dilaksanakan dan atau diterimanya resiko tersebut.